Senin, 11 Februari 2008

KINI 2603

Saya dilahirkan oleh Ibu saya di Bandung pada bulan terakhir ditahun 1964. Saya anak kelima dari lima bersaudara, kakak saya yang paling besar memiliki jenis kelamin yang sama dengan saya dan ketiga kakak saya lainnya merupakan lawan jenis kami berdua. Keponakan saya berjumlah enam orang dengan kedudukan 2 – 4, yaitu dua untuk jenis kelamin perempuan dan empat untuk jenis kelamin laki-laki. Saya sudah memiliki cucu, tepatnya cucu keponakan yang berjumlah lima orang dengan kedudukan 1 – 4 pada posisi gender yang sama seperti pada susunan keponakan saya.

Bapak saya militer, tepatnya angkatan ’45 berseragam hijau bertopi baret hitam, kalau beliau masih ada saat ini berusia 80 tahun, sayang pada tahun 1982 Bapak dipanggil menghadap Panglima Besar Tertinggi dalam komando garis lurus alam semesta sehingga beliau tidak dapat ikut serta membaca tulisan saya ini. Sekedar informasi, Bapak saya itu pemikir yang tahu banyak hal (betul lho, dia itu memang betul-betul seorang pemikir yang pinter dan tidak termasuk pria dalam kategori “dia pikir dia pinter”, ini pemikir dan pinter sungguhan) dan sepanjang saya mengenal beliau sampai usia saya yang ke 17, Bapak itu apabila ada dirumah kerjanya lebih banyak membaca dan menulis dengan ditemani satu mug kopi kental, beberapa kotak rokok merek Dunhill dan Gudang Garam merah (maaf ini tidak termasuk pesan komersial) serta satu stofles (wadah kaca bertutup – belanda) besar kerupuk udang berbentuk stick. Bacaan dan tulisannya pastilah yang berkaitan dengan pekerjaannya : ipoleksosbudmil (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer).

Ibu saya, nah ini dia, sang bahureksa yang dengan segala hormat saya, secara pribadi tanpa minta pendapat dari siapapun juga, saya tempatkan dalam posisi ketiga penguasa alam semesta setelah peringkat pertama yang ditempati oleh Allah SWT dan peringkat kedua yang diisi oleh Nabi Muhammad SAW. Dialah perempuan hebat dimuka bumi ini (dengan segala kekurangan dan kelebihannya) yang telah menciptakan pola dasar, membentuk, menempa dan mengilhami kehidupan saya sampai pada akhirnya tercipta sosok saya yang berbadan besar dan saat ini sedang mengetik untuk mengisi blog pribadi yang sedang Anda baca.

Ibu saya seorang perempuan yang bercita rasa tinggi (menurut saya). Tidak mau diam atau tepatnya memiliki enerji yang berlebih diusianya yang ke 74 tahun. Darah seni mengalir cukup banyak didalam tubuh beliau, walaupun tidak termasuk dalam kategori maestro, tapi Ibu pandai melukis, cukup enak dilihat walaupun belum dapat dipasang berjejer bersama dengan lukisannya Van Gogh di museum Louvre.

Bisa menjahit dengan cepat (daster tangan panjang selesai dalam waktu sehari, terhitung dimulai sejak pukul sembilan pagi, diselingi makan siang serta sembahyang dzuhur dan selesai tepat sebelum waktu Azhar, hebat kan) walaupun hasilnya belum dapat dimasukan dalam kategori haute couture.

Pintar memasak dengan hasil yang enak sekali dan selalu ditunggu-tunggu baik oleh saya yang tidak pernah bosan dengan makanannya maupun oleh teman-teman sekantor yang selalu tergila-gila dengan macaroni schotelnya (hotel bintang lima pun kalah dengan hasil buatannya, gak percaya ? kapan-kapan saya ajak makan siang dirumah), walaupun saya tidak tiap hari dapat merasakan hasil masakannya karena sesuai dengan kata-kata beliau sendiri, Ibu memang “malas memasak”.

Hobby membaca, ratusan ribu rupiah setiap bulannya Ibu membayar langganan majalah dan koran aneka rupa. Juga hobby menulis yang dilakukannya dengan menggunakan sebelas jari pada komputer dirumah yang telah saya persiapkan terlebih dahulu sisdur (sistem dan prosedur) serta juklak (petunjuk pelaksana) penggunaan komputer untuk mempermudah beliau mengoperasikan perangkat teknologi yang cukup canggih itu. Tapi sayang, sekarang Ibu sedang mogok menulis akibat ulah saya yang sok tahu, mengutak atik komputer dengan hasil semua data tulisannya hilang entah kemana, maaf ya Bunda.

Satu hal yang juga orang selalu mengaguminya adalah hobby terakhir beliau yang sangat gemar menata ulang disain dalam rumah kami serta menata ulang pohon dan tanaman dihalaman rumah yang cukup luas hampir 400 m². Sekali-kali kalau lewat rumah kami silakan mengaguminya, tidak mentereng apalagi mewah, hanya sebuah rumah tua van voor de oorlog dipinggir jalan utama yang tidak jauh dari Bandung Super Mall. Tapi bagi saya dan kakak serta keponakan (tidak ditambah cucu karena mereka semua masih sangat kecil) dan konon katanya juga bagi orang-orang yang pernah singgah dirumah kami, rumah hasil penataan Ibu saya adalah rumah yang adem, enak dibadan sejuk dihati dan selalu membuat orang susah mengangkat kakinya untuk kembali ke rumahnya masing-masing.

Jelas-kan seperti apa orang tua saya yang telah menghasilkan diri saya yang sedang mengetik tulisan ini. Hobby membaca (dari Ibu dan Bapak), menulis (dari Ibu dan Bapak), makan (jelas karena masakan Ibu enak sih), dan travelling (ya dari Ibu dan Bapak juga walaupun tidak tertuang dalam tulisan di atas) yang sampai dengan saat ini belum berani pesiar keluar kota apalagi keluar negeri sendirian kecuali untuk urusan pekerjaan.

Itulah saya yang akan selalu menulis dalam blog KINI2603 sampai akhir nanti, mudah-mudahan. Salam...

Tidak ada komentar: