Kamis, 16 Juli 2009

Pemilu Lagi...Masih Salah Lagi....

Keriaan pemilu sudah selesai, yang legislatif maupun yang presiden selesai sudah. Capek lihatnya, walaupun jelas tidak capek fisik karena saya bukan pendukung yang rela berdesakan, bukan panitia, bukan tim sukses apalagi sosok yang wara-wiri sibuk jualan untuk kemudian dipilih oleh rakyat semesta Indonesia dengan harapan menang tentunya, tapi jangan salah, capek hati lebih menjengkelkan.

Semula saya termasuk dalam kelompok orang-orang cuek yang tidak peduli dan “e ge pe” dengan kondisi politik nasional. Dan ternyata sifat saya itu memang didukung oleh sebuah penelitian dari suatu lembaga independen diluar sana yang mengatakan bahwa kaum menengah Indonesia adalah golongan yang paling tidak perduli dengan kondisi politik (dan ekonomi) negaranya dibandingkan dengan golongan menengah sejenis disesama negara Asia lainnya.

Bermula ketika tahun 2006 yang lalu saya mulai sering tugas keluar kota Jakarta (home based saya untuk mencari segenggam berlian) maupun keluar negeri. Keluar kota, untuk sesama kota besar apalagi kota kecil di Nusantara, saya merasa kok tidak ada perubahan yang signifikan. Kalau toh ada yang baru, bentuk, peruntukan, dan lokasi pasti ya itu-itu saja, yang baru dibangun yang lama jadi rongsokan. tidak dipertahankan agar dapat sejajar manis dengan sesuatu yang baru itu. Keluar negeri, lebih menyedihkan lagi, aduh Gusti biyung sing bahu rekso, negara lain (jangan bicara negara maju lah, malu, sesama negara berkembang saja, itupun bukan Malaysia dan Singapore, lebih malu lagi) seperti Thailand, Vietnam serta India ternyata bisa lebih gesit menyusun strategi, mengembangkan sumber daya manusianya, mengelola sumber daya alamnya, meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui jualan produk dan jasa hasil negeri tercinta mereka dengan lebih baik dan benar dibandingkan dengan negara kita Negara Kesatuan Republik Indonesia yang entah kapan jayanya.

Ini bukan gosip, bukan khayalan apalagi sekedar jual kecap seperti janji para calon, ini fakta berdasarkan data yang saya lihat langsung untuk dapat dilaporkan melalui pandangan mata yang akurat karena tidak juling.

Tulisan ini sepenuhnya hasil pemikiran saya sebagai anggota masyarakat rakyat jelata, jadi, bagi yang merasa tersinggung, tolong jangan tersinggung karena boleh dong saya bersuara karena sebelum tanggal dan hari kadaluwarsa saya tiba, saya ingin melihat, setidaknya mengendus adanya perubahan yang signifikan bagi kemaslahatan rakyat sak Indonesia ini.

Saat sang biru-biru memenangkan pemilu kemarin, saya benar-benar mengharu biru, berduka, sedih dan kecewa dicampur rasa malu entah kepada siapa, sebabnya? yaaaah....ternyata bangsaku, sesama rakyat jelata yang selalu mengeluh dari tahun ke tahun hidup tambah (bukan tetap) susah karena semua mahal kok ya masih memilih yang salah.

Jangan marah ya Ibu dan Bapak kalau saya bilang salah. Lima tahun itu adalah masa yang telah dipikirkan masak-masak oleh orang-orang pandai diatas sana, cukup untuk menentukan apakah seseorang pemimpin bangsa ini layak untuk terus duduk dikursi empuknya atau..... cukup..., next..., berikutnya....orang baru silakan duduk.

Lima tahun kemarin? Harga beras semakin mahal, harga satu bungkus sayuran lodeh tetap lebih mahal dibanding tahun lalu, satu ikat kecil kangkung 2.500 rupiah, beberapa batang seledri – bawang daun dihargai 1000 rupiah, tomat satu ukuran sedang dapat ditukar dengan uang seribu rupiah. Suami satu, anak dua (sesuai program keluarga berencana), bawa uang sepuluh ribu rupiah kepasar tradisional di Kebayoran Lama, niat belanja untuk memenuhi gizi keluarga empat sehat lima sempurna.....hik....hik...hik...., apa daya uang tidak cukup, kelaparan? Jelas tidak! Makan tiga kali sehari? Masih bisa! Gizi tercukupi? Tentu tidak....!!!!!!! Mau diteruskan? Tentu tidak......!!!!!!!

Lima tahun kemarin? Jenderal TNI AD bintang empat, penuh tidak kurang tidak lebih, konon katanya pandai, juara diakademi dulu, selalu nomer satu. Head line news: “satu lagi pesawat udara milik TNI AU jatuh di....”; Breaking news: “sekian puluh prajurit TNI tewas dalam kecelakaan pesawat terbang di...”; Berita terkini: “sebuah helikopter milik TNI AD jatuh dikawasan...ketika sedang berlatih...”; berita utama dihampir seluruh media cetak: “kapal perang tentara Diraja Malaysia melenggang masuk melewati garis perbatasan, berkelok manis tak terkejar oleh kapal TNI AL....” Ini masalah harga diri, ini masalah kebanggaan bangsa, ini masalah kedaulatan negara pak jendral! Kata Ibu saya, kalau kita sudah tidak memiliki apa-apa, kalau kita sudah menjual semua harta benda kita, satu yang harus dipertahankan sampai mati, harga diri! Bagaimana mungkin alutsista kita bisa dedel dowel saat seorang jenderal penuh memimpin bangsa ini? Alasan skala
prioritas, anggaran tidak cukup, perbaikan kondisi ekonomi rakyat lebih didahulukan. Didahulukan? Apa yang berubah? Rakyat tetap susah! Mau diteruskan? Tentu tidak.......!!!!!!!!!!

Dan masih banyak lagi fakta dan data yang bisa kita peroleh tanpa harus bersusah-susah, cukup rajin membaca koran, mendengar berita ketimbang sinetron ditelevisi, rajin duduk manis didepan komputer, mencari tahu via google manis nan baik hati, sumber berita yang sahih, akurat, baik dan benar serta objektif perihal apa yang telah dikerjakan oleh sang jenderal bersama teman dan sekutunya selama lima tahun kemarin.

Ayolah teman, harga diri itu mutlak kita miliki, kebanggaan bangsa itu harus kita punyai, kedaulatan negara itu harga mati. Mosok bisanya hanya meniru saja. Katanya kreatif, gembar-gembornya harus dan kudu kreatif, lihat... warna sudah biru, lay out gedung saat deklarasi juga sudah mirip dengan yang disono, bahkan papan yel-yel pun tidak jauh berbeda, masa juga masih harus meminjam jingle-nya produsen mie untuk iklan kebanggaan, kasihan kan, pastinya mereka tidak berani menolak, mosok jendral dilawan.

Kelihatannya mewah, kelihatannya intelek, kelihatannya keren, tapi jangan lupa....hasilnya? Cap legalitas dibenak kaum muda bahwa meniru itu adalah baik, meniru itu adalah benar, meniru itu tidaklah salah, melekat mudah dibenak para muda tersebut. Pantas, sudah mulai ada band-band baru yang tanpa malu melakukan plagiat atas pemusik luar negeri. Pantas banyak kaum remaja yang bergaya luar dalam: jasmani, mulai dari pakaian dan pernak-perniknya; rohani, mulai dari pola bergaul sampai dengan pola berpikirnya, plak...blas...western minded, ck...ck...ck.... Ibu dan Bapak pasti tidak lupa dong pada wejangan orang bijak yang mengatakan bahwa mesin foto copy terbaik didunia itu mereknya adalah anak-anak..... Lha kalau bapaknya tukang niru tergila-gila dengan negeri wong londo (baca: barat) ya tidak aneh kalau gaya kita semua pun berubah seperi wong londo.... makan sehari-hari masih tiwul kok tega panggil mami pada si mbok....
Jadi benar nih....jati diri kita mulai menghilang? Ya iya, buka mata dong dan telinga, tengok kiri tengok kanan...duh gusti Allah, mau diteruskan? Tentu tidak!!!!!!!!!!!!!
Kita tidak harus seperti katak dalam tempurung, cupet tidak membuka hati, membuka telinga dan membuka pikiran. Yang baik bisa digunakan, yang jelek jangan lah, mosok hal-hal kecil saja harus meniru, bukankah kita sudah memiliki ahli pencitraan yang luar biasa, khas kita, Indonesia banget, tapi tidak norak malah oke untuk dipuja dan dibanggakan.
Kalau kita lihat sejarah bangsa ini, 350 tahun dijajah oleh Belanda dan tiga tahun Nipon-Nipon itu menjajah Indonesia...itulah cikal bakal kita menjadi bangsa yang sudahlah sulit berubah, sulit menerima perubahan, tidak mau mengambil resiko dan yang paling mengenaskan kita semua terlena, lupa bahwa kita salah, lupa bahwa kita kental dengan sifat pemalas dan penakut, anti perubahan, sangat pelupa, cepat merasa puas dan senang dibohongi....
Buktinya....yang susah ya cengengesan pasrah sumarah menerima kesulitannya dan yang telah mapan sangat tidak mau berisiko, takut akan perubahan yang akan menyeret mereka menjadi susah kembali (padahal belum tentu kan...siapa yang bisa memastikan masa depan....).

Ups...maaf...saya selalu menyebutkan kata kita, kita bangsa ini, jangan tersinggung ya, karena hal tersebut terjadi pada mayoritas rakyat Indonesia, 70% - 80% rakyat Indonesia masih bersifat seperti pada alinea di atas (mengutip sang narasumber dari sebuah stasiun televisi berita terkemuka di Jakarta).

Dengan karakter buatan penjajah masa lalu, serta kreasi ndoro-ndoro sang penguasa yang paham dan tahu benar secara pasti bagaimana menggunakan kesempatan istimewa atas “kebodohan kita semua”, maka dilakukanlah cara-cara yang penuh kemustahilan untuk mendapatkan keuntungan bagi satu golongan, satu pihak bahkan satu orang saja. Kita terus dinina bobokan, dimanja dan dibuat sedemikian rupa menjadi bangsa yang tidak berani mengambil resiko, selalu mencari aman, mencap mereka yang berani mengambil resiko sebagai kaum ceroboh yang gegabah, dan sesungguhnya....berani mengambil resiko itu bukan berarti ceroboh atau gegabah karena seorang “risk taker” pun tidak pernah mau mati dengan sia-sia.

Perlu contoh untuk kebodohan kita? Tidak lupa kan dengan iklan satu putaran yang menghebohkan itu? Masih ingat kan dengan bantuan langsung tunai yang pemberiannya dipas-paskan saat kampanye berlangsung! Dan pasti sangat terkenang dengan gaji ketiga belas yang baru saja dikucurkan sekian hari sebelum tanggal pencontrengan pilpres.

Rakyat kita (maaf) masih banyak yang bodoh, jadi semua yang tadi saya sebutkan dan dapat dikategorikan layaknya sebagai iklan sangat berpengaruh bagi mereka dalam menentukan pilihannya masing-masing. Lihat saja hasil research sebuah biro ternama pada tahun lalu, mayoritas kita bangsa Indonesia masih mengacu kepada iklan diberbagai media masa saat membeli sesuatu yang mereka perlukan. Anak-anak kitapun masih mengambil keputusan untuk bersikap dan bergaya tertentu (yang lebih banyak negatifnya daripada sisi positifnya) berdasarkan tontonan acara ditelevisi, dan pastinyalah memilih sang calon pun pada akhirnya karena iklan diberbagai media. Pemikiran sederhana dari para kaum tersebut adalah “benar juga ya kalau satu putaran itu ngirit....” bukan karena pemikiran rasional berdasarkan fakta dan data yang ada, atau lebih parah lagi “pilih yang menang saja ah...”
Ayolah Bapak/Ibu, jangan gunakan (maaf) kebodohan saudara kita untuk mendapatkan keuntungan sepihak!

Sudah tidak jamannya lagi untuk mengatakan bahwa melakukan perubahan itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Kita memang sudah harus lari, bukan hanya sekedar jalan cepat apalagi jalan santai, terlebih berlelet-lelet alias berlambat-lambat. Rapat sampai harus sepuluh kali bolak-balik untuk sebuah keputusan besar? Telitinya sih bolehlah, niat untuk menghasilkan yang terbaik tetap harus diacungi jempol, tapi lama? Tidak...tidak....saatnya kita harus mampu mengeluarkan keputusan secara “instan, tepat, baik dan benar”, pasti bisa, bukan hal yang tidak mungkin dilakukan.

Coba tengok CEO kita diperusahaan asing atau perusahaan swasta nasional, ditengah persaingan yang mulai membabi buta, ditengah tekanan para pemilik perusahaan, bermula dari terpaksa menjadi biasa, akhirnya tidak hanya mie instan yang mereka santap sesekali, tapi keputusan yang instanpun kerap diambil dengan hasil yang memuaskan, tidak merugikan para pihak, tidak bersinggungan dengan ranah hukum dan yang pasti....cepat dan tepat!

Hal ini memang harus dilakukan, tidak boleh tidak, jangan nanti, apalagi sabar...sabar...sabar... Apa tidak malu dan greget alias gemas melihat Vietnam, Thailand dan India yang terus melaju meninggalkan kita.

Contoh soal, perang Korea berakhir pada bulan Juli 1953, tepatnya 56 tahun yang lalu Korea Selatan yang sempat porak poranda oleh peperangan itu mulai berbenah diri. Hasilnya, sejak dekade sembilan puluhan dengan bangga mereka berani memamerkan pertumbuhan ekonominya yang luar biasa, bertranformasi menjadi salah satu kekuatan ekonomi global dan bangga meraih predikat sebagai salah satu dari empat macan Asia!

Indonesia? Merdeka tahun 1945, dekade sembilan puluhan? Okelah, belum siap, tahun 2009? Masih belum siap juga! Bagaimana ini....?????

Masa depan hanya Tuhan yang tahu, itu milik Nya, hak penuh yang tidak dapat diganggu gugat. Tapi kita, para pemilih, walau hanya sekedar masyarakat biasa rakyat jelata tetap dapat dan harus jeli memelototi rekam jejak sang penguasa selama lima tahun kebelakang. Cari tahu tanpa emosi, yang objektif, dengan menggunakan akal sehat, berdasarkan fakta dan data.

Secara sadar maupun tidak sadar, jangan pernah mau dibodohi karena sebagian dari kita jelas memang tidak bodoh, berakal sehat, malah pintar pandai membanggakan.

Jadi kesimpulannya? Kita yg salah! Kita kaum yg bisa membaca & menulis, kita kaum yg memiliki kesempatan untuk belajar & mencari tahu, kita kaum yg diberi keleluasaan lebih oleh Nya untuk mendapatkan informasi dengan mudah dibanding yg lain seharusnya berbuat lebih banyak untuk saudara-saudara kita yang merasa “berbangsa satu, bangsa Indonesia”, yang belum bisa membaca dan menulis, yang belum mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mencari tahu, yang belum diberi keleluasaan oleh Nya untuk mendapatkan informasi dengan mudah.

Sebarkan kebenaran, bukakan pikiran mereka, sampaikan informasi berdasarkan data dan fakta dengan akurat, baik dan benar tanpa memihak siapapun, seobjektif mungkin.

Biasakan teliti sebelum membeli, mencari tahu sedalam-dalamnya sebelum mencontreng, jangan biasakan memberikan informasi berdasarkan "katanya - katanya dan katanya" apalagi hanya berdasarkan “cari aman” dan lebih parah lagi kalau “pilih yang menang sajalah”.
Selebihnya...? Terserah mereka, yang penting satu langkah mencerdaskan bangsa telah kita lakukan.

Ingat, mencontreng itu hanya dua detik, jangan sampai kita menanggung sesal selama lima tahun!

Mosok sih sepanjang segala abad mau terus dibodohi...

Rabu, 08 April 2009

PEMILU 2009

Saat ini warga negara Indonesia, seharusnya semua yang sudah masuk dalam kategori dewasa, sekali lagi seharusnya, semestinya dan seyogyanya, saat ini dalam kondisi menanti, tidak sabar dan senang menghadapi pemilu besok, 9 April 2009. Seharusnya dan semestinya, kita semua persis seperti rakyat Amerika nun dibelahan dunia sana, tahun lalu berbondong-bondong, sejak pagi, rela mengantri dalam udara yang sangat dingin, untuk memberikan suaranya memilih sang wakil rakyat, partai pujaan hati – harapan bangsa, dan ujungnya adalah pemimpin bangsa yang terpilih dan terbaik diantara ratusan juta rakyat Amerika disana.

Seharusnya, semestinya dan seyogyanya kita semua juga begitu, mengutip iklan salah satu partai yang tidak saya pilih, tapi iklannya cukup baik, diiklankan dan disampaikan dengan baik oleh seorang selebirtas berwajah manis bahwa nasib bangsa ini berada ditangan kita. Seharusnya, semestinya dan seyogyanya kita juga rela berbondong-bondong pergi menuju tempat pemilihan suara, dengan hati yang mantap, yakin dan pasti, walaupun kita tahu bahwa harapan kita itu belum tentu terwujud, saat mencontreng partai harapan atau lebih fokus lagi saat mencontreng nama wakil rakyat yang kita harapkan dapat mewujudkan kembali Nusantara Jaya!

Empat puluh partai, sepuluh kali empat sama dengan empat puluh, coba kita bayangkan bersama, empat puluh partai dengan sederet nama wakil rakyat, yang, mohon maaf, sembilan pulun persen lebih pastinya kita tidak mengenal mereka, yang, mohon maaf, sembilan puluh persen lebih pastinya kita tidak mengetahu visi dan misi mereka, tidak mengetahui tujuan akhir mereka, tidak mengetahui alasan mereka begitu ngotot, bersikeras ingin menjadi wakil rakyat, yang, mohon maaf, kita tidak pernah tahu apakah mereka memiliki kapabilatas yang sesungguhnya diperlukan sebagai wakil rakyat, baik kelas daerah maupun kelas pusat, untuk bekerja keras mengangat seluruh sektor yang terpuruk dinegeri ini untuk kembali berkibar seperti sekian ratus tahun yang lalu saat Nusantra Jaya menjadi salah satu negeri yang disegani seantero jagad, kaya dan makmur bagi rakyatnya saat itu.

Kita, masyarakat umum, rakyat jelata yang terdiri dari sekian lapis, mulai dari lapis terbawah sampai dengan lapis yang tidak lagi menganggap bahwa uang adalah suatu objek alias uang mereka tidak berseri, apapun dan dimanapun lapisannya, secuek apapun, seegois apapun, seindividualis apapun, seguyub apapun, sekompak apapun, pastinya, kalau masih dalam batas kategori normal, dan mau sedikit jujur minimal kepada diri sendiri, pastilah memiliki harapan dan impian yang sama atas sebuah negara yang kita diami, kita hirup udaranya, kita konsumsi hasil buminya, kita injak tanah datarnya, bahwa negara yang aman, rendah tingkat kriminalitasnya, makmur, rendah tingkat kemiskinannya, maju, rendah tingkat buta ilmu pengetahuannya, damai, rendah tingkat intimidasinya, adil, rendah tingkat ketidak puasan masyarakat kepada penguasa, adalah negara yang kita impikan bersama dan menjadi tujuan akhir dalam sebuah realita bernegara dan bermasyarakat.

Jangan lupa, menurut berita dalam babad sejarah dimana-mana, Nusantara Jaya memang pernah terjadi, jadi ini bukanlah angin surga atau impian belaka. Kerja keras penguasa dalam mewujudkan semua ini, dengan bantuan masyarakat pastilah dapat terealisir. Mungkinkah? Mungkin!

Masalahnya, nah ini dia, apa iya orang yang kita pilih atau partai yang kita pilih adalah mereka yang tepat untuk mewujudkan semua itu, lebih dalam lagi, apa iya, besok presiden yang kita pilih adalah dia yang tepat untuk mengawal dan memimpin seluruh lapisan dan elemen bangsa dalam mewujudkan Nusantara Jaya!

Dengan segala kesedihan, ketidakpastian dan kegamangan, terus terang, saya yakin seratus persen bahwa saya tidak yakin kalau kita telah memilih wakil yang tepat, partai yang tepat dan presiden yang tepat, lho....kok....???

Untuk saya, sekian ratus orang yang telah menjadi wakil kita di Senayan toh tidak berbuat banyak kalau tidak mau disebut belum berbuat sesuatu yang signifikan, untuk saya, sekian puluh orang yang memimpin departement toh belum berbuat banyak kalau tidak mau disebut belum berbuat sesuatu yang besar untuk rakyat dan untuk saya, satu orang yang memimpin bangsa ini toh masih sama dengan pemimpin-pemimpin kita yang terdahulu, gitu-gitu aja, tidak lebih, tidak juga kurang, standar, kalau dirapor nilainya 6 kalau dikuliah nilainya c, yang sedang-sedang saja.... Kasihan deh kita...!!!

Tapi itulah hukum alam, itulah faktanya, itulah kondisi yang harus kita terima dan kita alami. Kalau kita ingin mewujudkan Nusantara Jaya, ya kita, masyarakat umum rakyat jelata inilah yang harus berbuat, jangan diam saja, jangan hanya bisa bicara, mengeluh, marah-marah dan berdemo. Gak usum, mengutip kalimat yang sering diucapkan oleh mbok Kasiani, cleaning service dikantor.

Berbuat apa? Bagaimana? seperti apa? dan dimana? Mudah: ikut pemilu, mencontreng, dengan baik dan benar di TPS, gampang kan? Yakinlah, seperti kata sang selebirtas ditelevisi selama masa kampanye kemarin, masa depan bangsa ini ada ditangan kita, JANGAN golput! Mungkin atau tepatnya lagi hampir dapat dipastikan bahwa dia yang kita pilih belum tentu dapat mewujudkan apa yang kita inginkan, dia yang kita pilih mungkin justru akan mengecewakan kita, dia yang kita pilih bahkan mungkin tidak terpilih untuk menjadi wakil kita disana.

Yang penting, proses hukum alam ini sudah kita lakukan, kita telah berbuat untuk, sejak saat ini, ikut serta melakukan sistem seleksi alam, secara berkala, membutuhkan sekian kali pemilu dikemudian hari, memerlukan sekian puluh tahun untuk pada akhirnya, kita mendapatkan wakil yang tepat tanpa harus bingung memilih dari sekian banyak partai, kita mendapatkan pemimpin yang tepat untuk membangun dan memimpin bangsa ini mewujudkan impiannya, kebali menjadi Nusantara Jaya dengan nama yang pasti, NKRI Jaya!

Jadi, kalau kita tidak mengenal dia yang kita pilih untuk menjadi wakil kita disana nanti, tidak yakin dengan dia yang kita pilih untuk menjadi sinomor satu yang tertinggi dalam bangsa ini, tidak masalah, no problemos domestos no mos (maaf, agak kurang inovatif, nyontek iklan lagi). Bukankah durian manis berbiji kecil berdaging tebalpun membutuhkan waktu bertahun-tahun sejak kita tanam bijinya, sampai akhirnya dapat kita nikmati rasa legitnya, apalagi NKRI Jaya, pasti lebih lama dari sekedar buah durian maknyus itu....

Selamat memilih, yakinkan diri untu tidak mencoblos tapi menyontreng, tidak yakin akan pilihan kita tidak masalah, yang penting bukan asal-asalan dan suara kita telah kita pergunakan dengan baik dan benar, proses seleksi alam tengah kita lakukan..., hidup NKRI (Jaya)!....










Rabu, 18 Maret 2009

CEMBURU

Kali ini saya memberanikan diri untuk apa yang sampai saat ini belum saya alami yaitu bicara masalah cemburu antara isteri dan suami.

Teman saya dikantor, beberapa hari belakangan ini tampak sangat tidak seperti biasa. Dandan ala kadarnya (padahal dia termasuk kategori B, good looking, enak dilihat dan sedap dipandang, itu untuk saya yang sesama perempuan, penilaian dari lawan jenis mungkin akan lebih dari itu), pekerjaan agak terbengkalai, hampir selalu lewat tenggat waktu, bicara seperlunya kalau tidak mau dikatakan judes dan berkali-kali saya memergokinya tengah menatap kosong layar monitor, seolah-olah berpikir untuk menyelesaikan hasil analisa, tapi yang jelas itu hanyalah gaya kamuflase dia dalam melakukan kegiatan barunya, melamun.

Sebagai teman yang secara sepihak saya beranikan diri untuk menyatakan adalah sahabat sejati dalam suka dan duka, saya putuskan untuk bertanya langsung kepada yang bersangkutan, walaupun rasanya sudah cukup telat, karena kejadian ini sudah berlangsung kurang lebih tiga minggu. Saya masuk keruangannya, pintu ditutup, walaupun hakul yakin semua orang tetap dapat melihat jelas apa yang kami lakukan, maklum jaman transparansi, semua dinding terbuat dari kaca, namun puji syukur dikantor kami tidak semua dinding berkuping.

Pertanyaan singkat dan padat langsung saya lontarkan, “kenapa sih kamu” dan.... tanpa didahului dengan bunyi gledek atau samberan petir yang keras, langsunglah dia menangis sesenggukan, cukup lama dan cukup mengenaskan, meskipun masih belum bisa dimasukan dalam kategori “nangis bombay”.

Setelah menunggu cukup lama dengan kesabaran yang cukup tinggi, karena sesungguhnya saya adalah jenis mahluk hidup yang sama sekali tidak dapat melihat dan mendengar mahluk lain menangis, baik yang kecil, remaja maupun dewasa, baik manusia maupun hewan, kan sudah saya bilang tadi, ini masalah tangis-menangis diantara mahluk, jadi jangan tersinggung kalau saya masukan juga jenis mahluk hewan, akhirnya, tersebutlah sebuah cerita antara dua mahluk berbeda kelamin yang terikat dalam sebuah ikatan suci pernikahan, singkat kata, dia cemburu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami tercinta selama ini.

Untuk mempermudah kita mencerna dan memahami perasaannya, saya coba untuk menceritakan kembali apa yang dia ceritakan kepada saya. Sebetulnya kejadian ini sudah dia alami sejak tahun-tahun pertama pernikahannya. Suatu saat, pulang dari luar kota untuk suatu tugas kantor, dia langsung merebahkan diri diatas tempat tidur, dan saat itu juga dia meraba dan menemukan adanya sehelai rambut panjang yang tertinggal dikasur mereka. Perasaannya meluap-luap karena saat itu juga dia langsung membayangkan sang suami melakukan tugas yang hanya secara sah dan dilindungi oleh agama, hanya dia yang boleh melayaninya. Tidak sampai disitu, dia juga tidak tahan melihat sang suami sering menatap mata pelayan perempuan (ketika berbelanja ditoko) atau menatap perempuan lain yang sedang sama-sama mengantri didepan ATM, belum tuntas, masih ada kebiasaan sang suami dipagi hari, dengan hanya menggunakan celana pendek dan kaus oblong, duduk diteras depan sambil membaca koran dan menghirup kopi yang dia hidangkan, saat itu dia selalu yakin sang pujaan hati tengah melakukan aksi tebar pesona pada perempuan-perempuan yang lalu lalang didepan rumah mereka.

Tetap belum selesai, perasaannya semakin terbakar ketika seorang tetangga, ibu-ibu setengah baya teman satu arisan menanyakan tugas suaminya yang sudah tiga tahun ini dipindah ke Jawa Tengah, sehingga hanya diakhir minggu mereka dapat berkumpul. Menurut dia, pertanyaan itu memojokkannya dan memberikan isyarat bahwa sang ibu setengah baya tersebut mengetahui suatu rahasia yang tengah dilakukan oleh sang suami nun di Jawa Tengah sana.

Selama dia bercerita kepada saya, diselingi dengan beberapa kali tarikan napas panjang dan sekaan sejumlah tissue dihidungnya, saya berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan kuping saya dengan baik (yang akhir-akhir ini sering tulalit) dan secara simultan juga memaksa otak saya untuk berpikir dengan lurus dan objektif dalam menanggapi seluruh kisah sedih tersebut.

Setelah seluruh masalah dia beberkan dengan rinci dan sistematis dan melihat kondisi kejiwaannya yang pasti belum pulih, walaupun nampak sedikit kelegaan dalam wajahnya karena sudah mengeluarkan seluruh isi hatinya dengan sukses, akhirnya otak saya dengan lugas menitahkan mulut untuk mengatakan, “kamu istirahat aja dulu deh, ambil cuti, tenangkan pikiran dan kalau ada apa-apa telepon aku, sedia setiap saat 24 jam sehari, tujuh hari seminggu”. Menurut saya hanya kalimat itu yang patut saya sampaikan kepada dia, karena kalau langsung saya sampaikan hasil pemikiran saya selama duduk empat jam non stop dihadapan dia, sangatlah tidak bijaksana dan akan membuat dia tidak merasa lega malah akan menambah panas bara yang ada didalam hatinya.

Sementara dia cuti, dan saya yakin minggu depan dia akan masuk dengan wajah yang lebih tenang walaupun pasti permasalahannya belum selesai, saya coba untuk menganalisa apa yang terjadi dengan diri teman saya itu, suatu pekerjaan yang harusnya bisa saya lakukan dengan baik karena toh pekerjaan saya sehari-hari adalah menganalisa perusahaan-perusahaan berbagai industri yang tengah megap-megap memerlukan bantuan dari kami.

Saya yakin karena ini juga terjadi pada diri saya (walaupun terbatas pada perasaan yang belum terikat secara sah dan legal) bahwa perasaan cemburu itu adalah perasaan yang sangat wajar dan harus ada dalam suatu hubungan antara dua manusia, bahkan menurut saya perasaan ini juga dapat timbul tidak melulu antar lawan jenis tapi juga dapat timbul antar sesama jenis dalam kategori persahabatan bukan kategori hubungan khusus antar sesama jenis.

Sepanjang cemburu tersebut dapat diselesaikan dengan baik, artinya perasaan tersebut dapat diutarakan dan dikonfrontasikan kepada dia yang kita cemburui dan ini yang paling penting, sepanjang rasa cemburu itu tidak terbukti karena tidak dibarengi dengan bukti-bukti yang nyata apalagi hanya berlandaskan bisik-bisik tetangga, jalan yang termudah adalah mengubur dalam-dalam perasaan itu dan membuangnya jauh-jauh entah kemana. Cukup perasaan itu hanya dijadikan bukti adanya perasaan lebih yang kita berikan kepada dia yang kita cemburui tanpa harus memperpanjang apalagi merusak kehidupan kita yang selama ini sudah berjalan dengan baik.

Kalaupun toh perasaan cemburu itu pada akhirnya terbukti, membicarakannya secara baik-baik secara langsung maupun dengan bantuan pihak ketiga adalah cara yang terbaik dari pada langsung melenggang laju menuju pengadilan agama ataupun pengadilan negeri setempat.

Kembali kepada kisah sedih teman saya di atas, cobalah berpikir dengan kepala dingin ditengah kesejukan udara yang diberikan oleh mesin pendingin di kamar ketika kita menemukan sehelai rambut panjang diatas tempat tidur yang nota bene adalah area yang bersifat sangat pribadi. Ijah janganlah serta merta diangkat keatas untuk dijadikan tertuduh utama karena dialah satu-satunya perempuan dirumah yang berambut panjang. Coba ingat-ingat titah kita pertama kali ketika menerima Ijah resmi sebagai pramu wisma dirumah untuk menangani semua tetek bengek urusan rumah tangga, pasti salah satunya adalah meminta Ijah untuk membereskan semua tempat tidur dipagi hari. Perlu diingat juga shampo apa yang selama ini kita berikan kepada Ijah, jangan-jangan shampo yang kita beli berdasarkan rayuan iklan ditelevisi dan dimedia cetak selama ini telah menggerogoti rambut Ijah yang lurus, hitam lagi panjang hingga rontok berhelai-helai setiap harinya akibat tak bertanggung jawabnya shanpoo produk iklan tersebut.

Begitu juga masalah tatap menatap yang ternyata sangat menyakitkan sahabat saya itu. Tatapan langsung sang suami kepada lawan jenisnya baik ketika sedang melakukan transaksi dipusat perbelanjaan maupun ketika mengantri didepan ATM hendaknya kita terima dengan arif dan bijaksana. Bukankah salah satu yang diajarkan oleh orang tua ketika kita masih kecil dulu adalah “selalu menatap mata lawan bicara, kalau matamu kemana-mana ketika diajak bicara artinya kamu tidak sopan, tidak menghargai pihak yang mengajak bicara”, ingatkan? Atau kita dapat mengutip apa yang ada dalam kitab suci kita masing-masing yang salah satunya mengatakan “lihatlah yang baik maka kamu akan menjadi baik”. Bukankah mereka yang diciptakan cantik dan ganteng adalah salah satu bentuk yang baik dan patut dilihat selama itu hanya untuk dilihat tanpa ada keinginan untuk melakukan hal dan hil lainnya.

Kembali lagi pada kisah sedih lainnya ketika sang suami duduk santai setiap pagi diteras depan. Percayalah, ketika baik perempuan maupun laki-laki dipagi hari berlalu lalang didepan rumah kita, adalah suatu perkerjaan yang sia-sia apabila kita berusaha untuk melakukan upaya tebar pesona kepada mereka semua, kenapa? Karena saat itu, saat mereka semua berjalan dengan terburu-buru untuk mendapatkan tempat duduk yang terbaik pada salah satu alat transportasi yang mereka tuju, boro-boro menanggapi tebar pesona yang ditengarai tengah dilakukan oleh belahan jiwa, tidak jatuh karena terantuk batu saja sudah bagus, yang penting jalan cepat, cepat sampai diterminal atau stanplaat, cepat naik angkot, bis atau ojek atau tumpangan lainnya, cepat sampai kantor atau kampus dan cepat mendapatkan kesejuakan udara dingin yang diberikan oleh alat pendingin dikantor atau diruang kuliah. Percayalah!

Terakhir, menanggapi bisik-bisik tetangga, semakin hati, pikiran dan mata ditutup oleh kecurigaan dan prasangka serta hanya telinga yang dibuka lebar-lebar untuk setiap berita dan pertanyaan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan maknanya, maka bara api yang ada dihati akan semakin besar menyala, pikiran akan semakin ciut pertanda tidak dapat lagi digunakan dengan baik dan mata akan menjadi semakin rabun untuk menjadikan kita tidak dapat melihat tanda-tanda kebenaran yang sesungguhnya ada.

Untuk itu, maknailah rasa cemburu dengan arif dan bijaksana. Tidak berarti bahwa belahan jiwa pastilah setia sehidup semati sepanjang masa, kewaspadaan tetap harus dijaga namun dari segalanya, bertindaklah ketika bukti nyata sudah ditangan anda.

Selamat menikmati kecemburuan dengan baik.....