Kamis, 04 September 2008

Menulis dan Membaca

Sekali-kali bicara masalah pekerjaan, tidak keberatan kan. Ini tidak melanggar kesepakatan antar suami isteri yang diantaranya dilarang membawa masalah pekerjaan kedalam rumah. Karena ini bukan rumah, ini tulisan, jadi boleh dong....

Sebagai financial dan management consultant (untuk menghormati jalur ketak berpihakan, saya tidak mencantumkan nama perusahaan tempat saya bekerja, takut client bertambah, gak enak dong), saya sangat bersyukur bahwa otak saya yang berkelas standar ini dipaksa dan terpaksa untuk selalu berpikir, mengurai permasalahan dari para client yang sudah tentu keseluruhannya bermasalah, baik masalah ringan maupun masalah super berat yang melibatkan perasaan dendam kesumat antar pemilik dan menyebabkan terjadinya kondisi terjun bebas atas omzet penjualan dari perusahaan yang selayaknya moncer membumbung tinggi ke atas.

Ternyata, berbekal pengalaman empat tahun sebagai konsultan (tapi empat belas tahun sebelumnya memicu karir diindustri perbankan lho), saya dapat mengambil kesimpulan bahwa seluruh permasalahan yang terjadi diberbagai industri baik jasa maupun non jasa kesemuanya bermuara pada kemapuan sumber daya manusia. Artinya, apakah yang disodorkan oleh client saya itu langsung masalah keuangan apalagi permasalahan yang diajukannya adalah masalah manajemen, pasti ujung-ujungnya adalah masalah sumber daya manusia.

Yang paling sederhana, client saya terdiri dari berbagai industri baik kelas menengah maupun kelas kakap. Jangan pernah berpikir bahwa client besar, ternama, sering masuk media untuk iklannya yang membabi buta, termasuk dengan iklan yang mencantumkan tingkat keuntungan yang setiap tahun selalu membumbung itu tidak memiliki masalah dalam sumber daya manusia. Hampir semua proposal yang masuk dimeja saya, dari sisi penulisan, penggunaan dan penempatan kata serta kalimat dan sistematis pemaparannya, dengan sangat menyesal dan mencengangkan dapat saya kategorikan dalam golongan “cukup menyedihkan”. Tidak jelek memang, tapi harapan saya terhadap nama perusahaan yang sudah terlanjur besar dan kondang itu berbanding terbalik dengan proposal yang mereka susun.

Menulis adalah salah satu hal yang termasuk dalam kategori kemampuan “tidak penting” bagi hampir semua perusahaan yang menjadi client saya. Secara langsung tanpa basa-basi saya sampaikan pendapat saya bahwa itu adalah hal yang tidak benar. Kemampuan menulis hampir dapat dipastikan berbanding lurus dengan kemampuan membaca. Hampir selalu mereka yang memiliki kemampuan menulis dibarengi dengan kemampuan membaca. Kemampuan membaca mereka sudah masuk dalam kategori gemar membaca dimana mereka yang memiliki kegemaran ini kerap kali lebih terbuka pola pikirnya, lebih banyak memiliki bekal pengetahuannya, lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya (baik dalam lingkup pekerjaan maupun lingkup kehidupan pribadi) dan lebih mudah menerima perbedaan.

Berbekal itu semua, dapat kita bayangkan bahwa suatu perusahaan melaju dengan kecepatan tinggi bermodalkan para karyawan yang memiliki kemampuan menulis dan kemampuan membaca (baca: gemar membaca) diatas rata-rata standar karyawan di Indonesia. Kecepatan tinggi yang dipacu oleh perusahaan tersebut tentunya terjadi karena mesin utama perusahaan (karyawan) adalah mereka yang tidak melulu memiliki intelegensi tinggi, tapi mereka juga dapat bekerja sama dengan baik, open minded, dan yang terpenting memiliki kemampuan membaca dan menelusuri serta menyelesaikan suatu masalah dengan baik juga.

Apa yang saya temui dilapangan kerap adalah hal yang sangat sederhana. Seorang manager muda bagian produksi, bertitel S 2 dari hasil jerih payahnya diuniversitas negeri ternama, lulus dengan nilai A, mengikuti program management trainee sebagai lulusan nomor satu, langsung ditempatkan sebagai manager produksi. Apa yang terjadi, sang manager lebih senang berkutat dengan teori yang dia peroleh selama masa pendidikannya, baik pendidikan formal maupun pendidikan yang baru dijalaninya diperusahaan tersebut. Permasalahan yang dihadapi tidak dapat dituangkan dengan tepat dan terperinci dalam laporan harian, sehingga apa yang terjadi tidak dapat terdeteksi oleh sang penyelia. Kemampuan membacanya tidak dipergunakan dengan optimal, dimana sesungguhnya melalui majalah perusahaan, banyak hal yang dapat diambil guna mempermudah dan membantu menjalankan pekerjaannya sebagai seorang manager. Wal hasil, timbullah permasalahan, dan akhirnya perusahaan tersebut menjadi client saya.

Yang terlihat disini adalah kesalahan penempatan sumberdaya manusia yang dilakukan oleh manajemen, kesalahan dalam memprioritaskan kemampuan dimana hampir semua perusahaan lebih menitik beratkan kepada kemapuan IQ yang sebaliknya justru menurut saya dalam melakukan pekerjaan tidak hanya kemampuan otak yang dipergunakan, justru pengembangan kemampuan lainnya yaitu antara lain menulis dan membaca-lah yang dapat lebih mengoptimalkan proses pekerjaan berjalan dengan baik dan benar.

Contoh di atas adalah salah satu contoh sederhana. Namun serumit apapun permasalahan yang terjadi dalam suatu perusahaan, hampir selalu berpangkal pada sumberdaya manusia.

Oleh karena itu, bagi siapapun yang membaca tulisan ini (kalau ada), baik setingkat manajemen atas, manajemen tengah maupun manajemen bawah, termasuk didalamnya adalah para direksi maupun para chief officer, hendaknya memprioritaskan kemampuan menulis dan kemampuan membaca bagi seluruh karyawannya, termasuk didalamnya adalah yang bersangkutan sendiri. Dorong mereka melalui cara apapun untuk mau menulis dengan baik dan benar serta mau membaca apapun guna membantu menjalankan pekerjaannya masing-masing. Suka tidak suka memang terbukti bahwa tingkat kemampuan menulis dan kegemaran dalam membaca pada negara industri maju jauh lebih tinggi dari tingkat kemampuan menulis dan kegemaran dalam memaca pada negara berkembang.

Ayolah, menulis itu tidak susah, membaca itu gampang, yang penting ada kemauan untuk memulainya dan menjalankannya terus menerus. Ayo menulis.... Ayo membaca....