Selasa, 21 Oktober 2008

Tentang Bandung

Sebetulnya, kalau menurut agama ini tidak boleh, tepatnya tidak benar dan tidak baik. Maksudnya, saya tidak boleh marah-marah secara terbuka, apalagi melalui blog yang bisa dibaca oleh seluruh khalayak ramai (kalau ada yang baca...), perihal ketidak sukaan saya kepada seorang pemimpin yang sekarang sedang memimpin kota Bandung.

Maaf, dengan terpaksa saya mengeluarkan uneg-uneg padahal bulan masih bulan Syawal, artinya baru saja kita semua saling bermaaf-maafan. Harusnya, sebagai makhluk Nya yang sedang belajar untuk menjadi baik, baik dan baik terus, saya tidak mengomel dan nyerocos seperti ini, seharusnya saya lebih bersahaja dengan menyalurkan uneg-uneg ini melalui jalannya yang, konon katanya benar dan legal, yaitu melalui para wakil rakyat yang terhormat, yang saat ini biasanya sedang duduk terkantuk-kantuk, atau mata melek, melotot lebar, jari jempol tangan kanan sibuk bermain diatas tuts telepon genggang (atau lebih gaya lagi dengan menggunakan sekian jari dari kedua belah tangan karena sukses membeli telpon genggam yang mahal harganya) sementara kuping tertutup rapat oleh earphone cantik nan lembut mendayukan lagu merdu dan yang terpenting pikiran tidak diruangan karena toh topik yang dibahas tidak menarik atau lebih tepatnya lagi...”emang gue pikirin”....

Ups... sungguh... maaf lagi, saya sudah terlalu jahat menghakimi orang yang tidak salah (kata mereka) apalagi sebagai kaum terhormat dari golongan yang terpilih sudah tentu dilarang dihakimi tanpa adanya bukti, karena memang akan sulit sekali untuk membuktikan otak yang kosong....ups.... maaf...maaf...maaf... maaf.... sekaliiiii.... saya salah bicara....

Kembali kepada pokok pembahasan, ini tentang Bandung, kota dimana saya dilahirkan, dibesarkan, sekolah dan sejak tahun 1990 hanya saya tinggali pada hari Sabtu dan Minggu, kecuali hari libur tentunya. Kota yang sejak dulu sudah disebut sebagai Parijs van Java, Paris dari Jawa, nah... Paris...??? Kota terindah dan teromantis dimuka bumi menurut jajak pendapat para pembuka situs Travel & Living. Jadi, Bandung sama dengan Paris...???? hah.... cuih... ups.... maaf lagi kan... saya telah berlaku sangat tidak sopan, beraninya bercuah cuih mendengar Bandung sama dengan Paris. Tapi sebentar... sebetulnya sih kalau mau jujur memang tepatnya ya... itu tadi... cuih... ups... maaf....

Kemarin, ditengah terik matahari yang melanda kota Bandung dengan sangat panasnya (bahkan BMG pun sudah rela mengatakan “bumi makin panas”, terimakasih untuk alm. Bpk Motinggo Busye atas ungkapannya), saya melewati jalan Braga, jalan yang sesungguhnya kalau ditata dan dikelola dengan baik dapat dijadikan “the fifth avenue street from Bandung”. Jalan yang sejak jaman van vor de oorlog saja sudah jalannya para menak, para meneer en mevrouw terhormat, para priyayi ningrat yang berkenan melepaskan kepenatannya sehari-hari ditoko-toko terkenal sepanjang jalan, yang bagi saya terfavorit adalah de Snoephuis of Bogereijn of toko buku Jawa of toko Sin-Sin of Concurence yang bertaburkan emas berlian (karena itu memang toko emas).

Konon katanya, para pemuka pemimpin kota Bandung ingin mengembalikan kejayaan jalan Braga, yang salah satunya dengan mengganti jalan beraspal dengan batu paving layaknya jalan-jalan dikota tua nun jauh di Eropa sana. Dengan demikian, konon katanya lagi para pejalan kakilah yang nantinya akan menguasai jalan itu karena para oto berban empat atau dua dilarang keras melewati jalan itu. Konon katanya untuk yang kesekian kalinya, dengan memperbaiki infra struktur, ekonomi dijalan itu akan dikembalikan lagi, usaha ditingkatkan, kenyamanan diutamakan dan jadilah Braga kembali sebagai the first street di era jama baheula.

Maaf seribu maaf, saya tidak diperkenankan untuk mengatakan bodoh apa lagi goblog dan termasuk didalamnya tolol, tidak boleh! Kasar! Tidak beretika! Semua kata-kata itu harus segera dikubur dan dilupakan. Yang paling pantas hanya sekelas kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara....ya ampun, apakah pemimpin kota Bandung memang masuk dalam kategori kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara? Coba bayangkan, ditengah gembar gembor sebagian orang didunia ini meneriakan masalah global warming, ditengah perubahan cuaca yang beringsut menjadi anomali, ditengah suhu udara (dan berangsur masuk juga kedalam suhu politik...lho....) yang semakin memanas, memusingkan dan menyakitkan, para pemimpin terhormat kota Bandung pastinya sudah terpengaruh lebih dahulu, khususnya dalam hal pikir memikir. Mungkin, dugaan kuat dan dapat ditengarai, mereka itu sudah demikian lelah, capai kepanasan sehingga maksud hati menjadikan jalan Braga sebagai jalan yang dapat menyerap air hujan dikala musim hujan melalui konsep jalan bebatuan, mendadak (atau memang sudah direncanakan?) jalan dibongkar seluruh permukaan aspalnya, digali untuk diperdalam dan... maaf... gila bener.... ups, maaf lagi.... kemudian diaspal lagi.....???? Betul, diaspal lagi, ditutup pasir baru dipasang batu paving.

Betul, ini sungguh terjadi, betul memang mereka semua sudah masuk dalam kategori kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara. Bandung sudah kalah oleh Jakarta yang jauh lebih banyak jumlah pepohonannya. Bandung sudah kering, panas, berdebu, macet dan.... mulai memuakkan.... Bagaimana mungkin Bandung menjadi adem, tiis, hejo menyenangkan kalau bayang-bayang jalan Braga yang sejuk dilapisi batu paving penyerap air hujan dengan tumbuhan hijau dikiri kanannya justru diaspal dan dipaving pula.... sungguh kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara!!!!

Bandung butuh pohon, perlu dedaunan, keudah seeur nu hejo-hejo... pohooooooonnnnnn..... Ada lagi contoh kekurang pandaian, kekurang pinteran dan sangat tidak juara. Tahu jalan Riau atawa RE Martadinata? Tahu Taman Pramuka, kalau tahu pasti tahu juga pompa bensin tepat dimuka Taman Pramuka. Mendadak pompa bensin itu ditutup, dihancurkan dengan alasan.... cihuuuiiii.... akan dijadikan taman. Hebaaattt..... areal calon taman ditutup, dipagari karena akan dibangun taman indah dan hijau penuh pepohonan bakal paru-paru kota. Dan... tutup dibuka, terpampanglah taman baru yang dilapisi oleh tegel semen, kolam besar air mancur yang menyedihkan, pohon kecil, alias tanaman jenis tanaman hias yang jauh dari kemampuannya bekerja menyedot polusi udara sehari-hari. Taman tetap terik ketika siang hari mengingat tanaman hias hanya setinggi setengah meter. Tambah terik mengingat taman tertutup oleh tegel semen anti serapan air.

Sungguh kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara mereka semua itu. Betulkah... mereka yang kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara....??? sungguh...???? Dengan terpaksa dan berat hati saya katakan bahwa sesungguhnya masyarakat kota Bandunglah yang kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara. Masyarakat kota Bandunglah yang telah membuat kesalahan fatal, salah besar dan sulit untuk dimaafkan karena.... dengan sadar, jujur, bebas dan rahasia telah memilih orang yang sama, orang yang telah melakukan kesalahan atas kota Bandung selama lima tahun yang lalu, orang yang telah menjadikan kota Bandung centang perentang, berantakan, hiruk pikuk tak terarah, lingkungan rusak dengan segala dalih kemajuan yang menjijikan, masyarakat kota Bandunglah yang kurang pandai, kurang pinter dan tidak juara karena telah memilih orang yang sama untuk kembali memimpin kota Bandung.

Bandung...hik... riwayatmu dulu...hik.... heurin ku tangtung....hik.... kapan orang Bandung menjadi cukup pandai, cukup pintar dan cukup menjadi juara kedua ya......